Kamis, 28 November 2024

Bunga Wattle dari Tullamarine (Part Two)

 

kata kunci: Novel - Romanza - Wattle -Tullamarine








Bunga Wattle dari Tullamarine

PART TWO

David berhenti di depan selasar pemberangkatan, menurunkan koper-koper, diikuti para penumpang, lalu menuju tempat parkir bersama Agung, memarkir mobilnya.

Ruang Departure masih sepi. Rupanya Eda dan rombongan agak gasik datangnya. Antrean di depan meja check-in belum panjang. Di depan Eda, ada seorang bule, tinggi besar, hampir dua kali tinggi Eda yang mungil, membawa koper berukuran sedang.

Dengan ditemani Mas Agung, Eda berjalan menuju antrean, berdiri di belakang bule raksasa ini. Eda membawa satu koper besar, satu koper kecil, dan satu lagi box panjang berisi portable keyboard Yamaha, hadiah buat Mas Danu, kakaknya. Mas Agung menaikkan kedua koper Eda ke tempat menimbang yang ada di samping check-in desk. Angka menunjukkan 37 kg, melebihi batas berat maksimum yang diizinkan.

Eda memandang Mas Agung seolah meminta perlindungan, khawatir bakal kena denda, atau harus mengurangi sebagian isi kopernya. Digenggamnya lengan Mas Agung erat-erat. Ground stewardess laki-laki yang sedang melayani Eda tersenyum melihatnya, menebak apa yang sedang dipikirkan Eda. Wajahnya tampak ramah dan jenaka. Dia melongokkan badannya seolah mengukur tinggi badan Eda dan menebak beratnya, lalu melihat paspornya.

Hmm, Indonesia, ya? Aku pernah berkunjung ke Denpasar, Yogya, dan Bandung,” ucapnya dalam Bahasa Indonesia yang patah-patah diikuti dengan senyumnya yang ramah.

Eda tersenyum kecil. Pegangan ke lengan Mas Agung mulai mengendur.

Kota terakhir yang Anda sebutkan itu, kota tempat tinggalku,” balas Eda.

Bandung? Aku menginap di sana tiga malam, di rumah teman, di Geger Kalong,” lanjut petugas itu. Ucapan kalimat dengan huruf 'R' yang mengambang.

Kantorku juga berada di daerah Geger Kalong,” balas Eda, sambil menebarkan senyumnya. Senyum yang tulus, yang disukai banyak temannya.

Ooh, sebuah kebetulan, ya?” sambutnya. Senyumnya ramah. Eda ikut tersenyum.

Petugas check-in itu kemudian menyerahkan tiket dan paspor Eda.

Selamat jalan. Salam buat Jalan Braga,” candanya.

Thank you very much, Sir. Bahasa Indonesia Anda bagus sekali, pujinya. Eda tersenyum lega, lalu meninggalkan meja check-in, kembali menjumpai para pengantarnya.

Sambil jalan, Mas Agung mulai dengan candanya.

Kau tahu, Dik, mengapa kau tidak didenda?” tanyanya.

Nggak tahu, Mas. Barangkali karena dia kasihan, melihat Eda mulai mèwèk, mau nangis. Mungkin dia pikir, Eda nggak punya uang untuk bayar denda?” jawab Eda polos.

Bukan itu! Dia lihat, kau ini kecil banget dan enteng. Coba bandingkan dengan bule raksasa yang antre di depanmu. Dengan tinggi dan besar itu, mungkin 3 kali beratmu!” jelas Mas Agung, mengolok-olok Eda, sambil tertawa.

Aaah! Mas Agung nih, ada-ada saja!” Eda mencubit lengan kakak iparnya dengan keras sekali, karena ledekannya. Mas Agung meringis kesakitan.

Satu jam berlalu sudah. Tiba saatnya Eda harus berpisah. Di screen terlihat lampu boarding sudah menyala. Satu persatu disalaminya para senior yang telah mengantarnya. Tinggal Mas Agung dan Mbak Rini, menunggu giliran. Pandangan mereka tampak sedih. Mbak Rini mencium pipi Eda berkali-kali, lalu memeluknya erat sambil menangis. Eda berusaha menahan air matanya agar tidak bergulir, namun luruh juga. Dua kakak beradik ini bertangisan disaksikan Mas Agung dan teman-temannya.

Yu Rin, aku nyuwun pangestu. Doakan selamat dalam perjalanan dan bisa kembali bekerja dengan baik di tanah air nanti. Yu Rin, baik-baik ya? Jaga kondisi, jangan sampai kelelahan,” ucap Eda di sela-sela isaknya.

Rini tidak berkata-kata. Dielusnya punggung Eda, mengangguk, mengiyakan ucapan adiknya. Pelan-pelan dilepaskannya pelukan Mbak Rini, lalu berganti memeluk Mas Agung.

Mas Agung, aku takut hidup sendiri. Piyé aku, mengko, adoh soko Mas Agung dan Mbakyu?” Eda mengeluhkan ketakutan dan kekhawatirannya.

Ojo wedhi, Nduk. Cah Ayu. Kau anak pintar. Adik akan bisa beradaptasi dengan situasi. Mas Agung dan Mbak Rini akan selalu menemanimu dalam doa. Don't be afraid, Sweet Little Princess. Bukankah sebentar lagi kau akan bertemu dengan seseorang yang sudah lama kau nanti-nantikan saat berjumpa?” bisiknya.

Mas Agung menekankan kepala Eda ke dadanya, dan mengusap-usap rambutnya penuh haru. Diciumnya kening Eda, lalu dipegangnya kedua lengan Eda sambil menatapnya, meyakinkan Eda.

Sing teteg atimu. Ojo lali ngabari Mas Agung dan Mbakyumu, kalau sudah sampai. Selamat mewujudkan impianmu!” Mas Agung menutup ucapan perpisahannya, lalu mengantarkan Eda sampai di pintu masuk, diikuti David dan Pak Santo di belakangnya.

Safe journey, Da!” Dari arah belakang, Pak Santo berseru.

Dari balik ujung dinding menuju pintu masuk, Eda masih tengak-tengok ke arah teman-teman yang mengantarnya, seperti berat beranjak dari sana.

Sudah, Da, Tinggal berapa menit lagi. Nanti ditinggal pesawat, nggak jadi pulang. Aku gak berani menanggung risiko menyembunyikan imigran gelap kalau kau tertinggal!” tukas Pak Santo lagi diiringi tawanya.

David yang mengerti bahasa Indonesia, tersenyum mendengar celetukan Pak Santo. Sekali lagi, Eda memandang ke arah kakaknya. Mas Agung mengangguk, matanya mengisyaratkan Eda untuk cepat meninggalkan tempatnya menuju gate.

Dengan ditemani Mas Agung, Eda berjalan menuju antrean, berdiri di belakang bule raksasa ini. Eda membawa satu koper besar, satu koper kecil, dan satu lagi box panjang berisi portable keyboard Yamaha, hadiah buat Mas Danu, kakaknya. Mas Agung menaikkan kedua koper Eda ke tempat menimbang yang ada di samping check-in desk. Angka menunjukkan 37 kg, melebihi batas berat maksimum yang diizinkan.

Eda memandang Mas Agung seolah meminta perlindungan, khawatir bakal kena denda, atau harus mengurangi sebagian isi kopernya. Digenggamnya lengan Mas Agung erat-erat. Ground stewardess laki-laki yang sedang melayani Eda tersenyum melihatnya, menebak apa yang sedang dipikirkan Eda. Wajahnya tampak ramah dan jenaka. Dia melongokkan badannya seolah mengukur tinggi badan Eda dan menebak beratnya, lalu melihat paspornya.

Hmm, Indonesia, ya? Aku pernah berkunjung ke Denpasar, Yogya, dan Bandung,” ucapnya dalam Bahasa Indonesia yang patah-patah diikuti dengan senyumnya yang ramah.

Eda tersenyum kecil. Pegangan ke lengan Mas Agung mulai mengendur.

Kota terakhir yang Anda sebutkan itu, kota tempat tinggalku,” balas Eda.

Bandung? Aku menginap di sana tiga malam, di rumah teman, di Geger Kalong,” lanjut petugas itu. Ucapan kalimat dengan huruf 'R' yang mengambang.

Kantorku juga berada di daerah Geger Kalong,” balas Eda, sambil menebarkan senyumnya. Senyum yang tulus, yang disukai banyak temannya.

Ooh, sebuah kebetulan, ya?” sambutnya. Senyumnya ramah. Eda ikut tersenyum.

Petugas check-in itu kemudian menyerahkan tiket dan paspor Eda.

Selamat jalan. Salam buat Jalan Braga,” candanya.

Thank you very much, Sir. Bahasa Indonesia Anda bagus sekali, pujinya. Eda tersenyum lega, lalu meninggalkan meja check-in, kembali menjumpai para pengantarnya.

Sambil jalan, Mas Agung mulai dengan candanya.

Kau tahu, Dik, mengapa kau tidak didenda?” tanyanya.

Nggak tahu, Mas. Barangkali karena dia kasihan, melihat Eda mulai mèwèk, mau nangis. Mungkin dia pikir, Eda nggak punya uang untuk bayar denda?” jawab Eda polos.

Bukan itu! Dia lihat, kau ini kecil banget dan enteng. Coba bandingkan dengan bule raksasa yang antre di depanmu. Dengan tinggi dan besar itu, mungkin 3 kali beratmu!” jelas Mas Agung, mengolok-olok Eda, sambil tertawa.

Aaah! Mas Agung nih, ada-ada saja!” Eda mencubit lengan kakak iparnya dengan keras sekali, karena ledekannya. Mas Agung meringis kesakitan.

Satu jam berlalu sudah. Tiba saatnya Eda harus berpisah. Di screen terlihat lampu boarding sudah menyala. Satu persatu disalaminya para senior yang telah mengantarnya. Tinggal Mas Agung dan Mbak Rini, menunggu giliran. Pandangan mereka tampak sedih. Mbak Rini mencium pipi Eda berkali-kali, lalu memeluknya erat sambil menangis. Eda berusaha menahan air matanya agar tidak bergulir, namun luruh juga. Dua kakak beradik ini bertangisan disaksikan Mas Agung dan teman-temannya.

Yu Rin, aku nyuwun pangestu. Doakan selamat dalam perjalanan dan bisa kembali bekerja dengan baik di tanah air nanti. Yu Rin, baik-baik ya? Jaga kondisi, jangan sampai kelelahan,” ucap Eda di sela-sela isaknya.

Rini tidak berkata-kata. Dielusnya punggung Eda, mengangguk, mengiyakan ucapan adiknya. Pelan-pelan dilepaskannya pelukan Mbak Rini, lalu berganti memeluk Mas Agung.

Mas Agung, aku takut hidup sendiri. Piyé aku, mengko, adoh soko Mas Agung dan Mbakyu?” Eda mengeluhkan ketakutan dan kekhawatirannya.

Ojo wedhi, Nduk. Cah Ayu. Kau anak pintar. Adik akan bisa beradaptasi dengan situasi. Mas Agung dan Mbak Rini akan selalu menemanimu dalam doa. Don't be afraid, Sweet Little Princess. Bukankah sebentar lagi kau akan bertemu dengan seseorang yang sudah lama kau nanti-nantikan saat berjumpa?” bisiknya.

Mas Agung menekankan kepala Eda ke dadanya, dan mengusap-usap rambutnya penuh haru. Diciumnya kening Eda, lalu dipegangnya kedua lengan Eda sambil menatapnya, meyakinkan Eda.

Sing teteg atimu. Ojo lali ngabari Mas Agung dan Mbakyumu, kalau sudah sampai. Selamat mewujudkan impianmu!” Mas Agung menutup ucapan perpisahannya, lalu mengantarkan Eda sampai di pintu masuk, diikuti David dan Pak Santo di belakangnya.

Safe journey, Da!” seru Pak Santo dari arah belakang.

Dari balik ujung dinding menuju pintu masuk, Eda masih tengak-tengok ke arah teman-teman yang mengantarnya, seperti berat beranjak dari sana.

Sudah, Da, tinggal berapa menit lagi. Nanti ditinggal pesawat, nggak jadi pulang. Aku gak berani menanggung risiko menyembunyikan imigran gelap kalau kau tertinggal!” tukas Pak Santo lagi diiringi tawanya.

David yang mengerti bahasa Indonesia, tersenyum mendengar celetukan Pak Santo. Sekali lagi, Eda memandang ke arah kakaknya. Mas Agung mengangguk, matanya mengisyaratkan Eda untuk cepat meninggalkan tempatnya menuju gate.


Minggu, 24 November 2024

Dua buku dan novel baruku - Bunga Wattle dari Tullamarine

 

kata kunci: Novel - Romanza - Wattle -Tullamarine


Pengantar

Hello teman-teman, jumpa lagi. Saya baru saja menerbitkan satu buku solo, sebuah novel romanza, berjudulnya 'Bunga Wattle dari Tullamarine'. Ini sebenarnya naskah novel yang sudah lama saya tulis, tapi kemudian saya sunting dan revisi lagi.

Alhamdulillah, saya mulai bisa menulis lagi di sela-sela waktuku mendampingi dan merawat suami, setelah lama berhenti menulis, for several reasons. Sudah dua buku non fiksi yang berhasil saya selesaikan dan terbitkan tahun ini, 'Perform Your Best', dan 'Tasawuf Dalam Keseharian'.


  Perform Your Best

 Ini adalah buku motivasi saya yang pertama, bagus dibaca untuk para kawula muda yang sedang menempuh studi atau sedang meniti karir, memberi semangat untuk berjuang meraih impian dan cita-cita. Saya tulis bareng dengan penulis muda Andrian Permana. Buku ini adalah kumpulan quotes dengan tema-tema pendidikan, pentingnya belajar dan menuntut ilmu, dan bagaimana memelihara spirit untuk berjuang meraih impian dan sukses.

Saat ini saya sedang mengembangkan naskah buku motivasi dengan format dan gaya pembahasan yang berbeda dari buku motivasi pertama, tentang perjalanan menjadi orang sukses.



Tasawuf Dalam Keseharian

 Buku solo lain yang baru terbit adalah catatan kecil, bunga rampai dari berbagai ceramah agama yang saya hadiri secara luring dan daring. Tujuannya untuk memahami ajaran Islam dengan lebih baik, tentang hukum-hukum Syariah dan Fikih dalam persepektif ajaran Tasawuf. Saya tulis berdasarkan tema, misalnya hubungan antara iman dan ilmu; tentang dzikir dan doa, pemahaman tentang kaya dan miskin, hubungan rizki dan sedekah, hijrah dan hidayah, dan lain-lain, dalam kaitannya dengan ajaran Tasawuf.

Dengan doa dan harapan, saya bisa terus berkarya, menulis buku dengan berbagai gendre, serta mulai rajin, secara teratur menulis artikel di Blog untuk berbagi info yang bermanfaat.


Novel Bunga Wattle dari Tullamarine


Bunga Wattle dari Tullamarine

 Kata NH Dini, penulis senior di tahun 70-90-an yang berasal dari Semarang, 'Tidak ada cerita yang datang dari langit'. Maksudnya, tidak mungkin seseorang menulis (novel) yang 100% imajinasi, mengarang dari nol, dan tidak berdasarkan pengalaman sendiri, atau mengalami semua peristiwa, atau sebagian peristiwa yang ditulis dalam novelnya.

Mungkin yang dia maksud untuk novel-novel sejarah, romanza, detektif dan sejenisnya. Bukan buku fiksi seperti Harry Potter, novel-novel futuristik lainnya, yang sangat imajinatif? 



Bunga Wattle dari Tullamarine

 Saya sependapat dengan NH Dini. Kalau toh tidak semua 100% berdasarkan pengalaman sendiri, true story, paling tidak sebagian peristiwa itu pernah dialami penulis, atau berdasarkan obervasi, dan atau peristiwa nyata yang diamatinya.

Jadi, Anda bisa menebak bukan? Bahwa cerita dalam novel saya itu adalah kumpulan fragmen-fragmen peristiwa yang terjadi dan saya amati di sekitar saya, ditambah dengan pengalaman yang terjadi dalam perjalanan hidup saya. Kemudian, dengan imajinasi yang saya miliki, merangkainya menjadi sebuah cerita.

Saya tulis ketika berada di puncak frustrasi, ketika merasa kehilangan harapan untuk menyelesaikan studi yang menggantung tanpa kejelasan.

Dalam hati saya berbisik, “Ok, saya boleh gagal menyelesaikan studi, tapi saya harus bisa berhasil di bidang lain. Entah apa?”

Saya tidak tahu bagaimana bermula, tiba-tiba, tergerak untuk menulis dan menulis dan menulis setiap hari beberapa jam menjelang subuh. Dan akhirnya, voilá, jadilah novel ini.

Lalu, bagaimana dengan nasib kelanjutan studi saya? Nah, yang penasaran, bisa membaca buku novel ini sampai selesai.

Di bawah ini, saya tuliskan sinopsis pendeknya.

Eda kembali ke tanah air dari studinya dengan harapan besar, bertemu dan menikah dengan Pras, kekasihnya. Ternyata Pras tewas dalam kecelakaan pesawat. Semangat Eda runtuh, merasa cinta dan hidupnya telah berakhir.

Pertemuan tak terduga dengan dua anak bule di kantornya telah membangkitkan semangat Eda kembali. Persahabatan dengan dua anak ini telah menumbuhkan benih-benih cintanya kepada Alain, Papa mereka. Namun, Ayah Eda tidak merestui hubungan Eda dengan Alain. Bagaimana Eda berjuang untuk mewujudkan cintanya?

 Secara berkala, saya akan mengunggahnya beberapa chapter dari buku novel saya di Blog. Semoga Anda tertarik untuk merampungkan membaca seluruh kisahnya.  




















Novel Romanza - Bunga Wattle dari Tullamarine (Part One)

 

kata kunci: Novel - Romanza - Wattle -Tullamarine




Bunga Wattel dari Tullamarine

PART ONE

Selamat Jalan, Eda

Perjalanan menuju bandara Tullamarine kali ini terasa aneh. Sudah beberapa kali Eda mondar-mandir ke airport itu, mengantar teman-teman sesama postgrad student dari Indonesia pulang kembali ke tanah air. Atau, menjemput teman-teman yang baru datang di negeri kangguru ini. Rasa sedih yang menjalar di benaknya ini kali ini karena dia tidak mengantar siapa-siapa, melainkan dirinya sendiri. Studinya telah berakhir.

Di sebelahnya, duduk Mbak Rini sambil mendekap Edo, anaknya yang sudah 3 tahun umurnya. Entah kenapa, Mbak Rini lebih banyak diam. Mungkin, merasakan apa yang sekarang berkecamuk di hati adiknya. Kelopak matanya basah, mulai meneteskan air mata. Matanya masih tampak sembab.

Mobil station wagon warna silver yang mengantar Eda, penuh dengan penumpang di belakangnya. Eda duduk di kursi di belakang Mas Agung, kakak iparnya yang duduk di sebelah David yang mengemudi kendaraan.

Di jok belakang duduk berdesakan, Pak Santo, Indro, dan Bang Robert Purba. Pak Santo dan Indro juga ikut menjemput Eda ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Melbourne, the Garden City, kota yang sangat indah, memiliki taman di setiap blok jalan. Semuanya anggota tennis club di kampus yang diinisiasi oleh Pak Santo.

Bang Purba itu kakak kelas Eda di kampus, tinggal satu gedung apartemen dengan Mas Agung. Orang Batak yang ajaib, suaranya halus, tidak seperti Ucok, teman Batak seangkatan Eda yang suaranya menggelegar menandingi gemuruhnya air terjun di Danau Toba.

Rasanya seperti mimpi saja. Setelah dua tahun lebih meninggalkan negerinya, dia harus kembali ke tanah air. Seribu pertanyaan memenuhi kepalanya. Sudah banyak berubahkah wajah kota Bandung? Kota Kembang yang telah banyak memberinya kenangan. Kota yang telah menempanya menjadi seseorangn menjadi seseorang dewasa. Ada rasa khawatir dan rasa tidak aman pelan-pelan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Apakah akan kutemui lingkungan yang seperti dulu lagi? Bergaul dengan teman-teman lama dan tetap ceria? Pertanyaan itu bergemuruh bersama dengan detak jantungnya.

Satu persatu, Eda mencoba mengingat teman-temannya. Kabar terakhir yang dia dengar, Ardie, sobatnya yang sama-sama aktif di Lab dan satu kantor, sudah bertambah sibuk, punya anak kembar. Beberapa teman mantan pengurus Himpunan, rame-rame kerja di Konsultan Rekayasa. Dunia property memang saat ini lagi booming.

Eda tersenyum, ingat kenangan kecil, betapa nakalnya dia waktu zaman kuliah. Boncengan bertiga dengan Bambang dan Guntur di atas vespa bututnya, dari tempat kos ke kampus. Mereka bertiga adalah aktivis Himpunan Mahasiswa di perioda itu. Bambang dan Guntur menjadi Sekretaris Umum dan Sekretaris 1. Eda menjadi Bendahara. Tiga orang seksi repot di Himpunan. Mereka sering berjalan bertiga ke mana-mana.

Ah, teman-teman sudah mencar ke mana-mana. Hampir semua hijrah ke Jakarta. Kota metropolitan ini memang punya daya tarik yang luar biasa. Sekitar 70% uang di negeri ini, berputar di Jakarta. Mereka ikut berebut untuk mendapatkan bagiannya.

Eda tersentak ketika mendengar suara Pak Santo dari jok belakang.

Hee, Eda! Sudah membayangkan pacarmu menunggu di Cengkareng, ya? Sang Pangeran dengan setangkai bunga mawar di tangan tidak sabar menyambutmu dengan harap-harap cemas,” celetuknya. Suaranya terdengar mulai dengan olokannya.

Jangan-jangan, Eda pulang kampung bukan karena instruksi dari bosnya. Dia yang sengaja minta dipulangkan. Mana tahan meninggalkan pangerannya terlalu lama. Bisa-bisa disambar orang,” timpal Bang Purba dengan suara lembutnya.

Awas lho, kalau gak undang kita di acara wedding nanti. Aku pecat kau, seumur-umur jadi adikku” sambung Pak Santo bercanda.

Indro yang duduk di dekat jendela, hanya diam saja. Selama ini dia merasa sebagai orang yang paling dekat dengan Eda. Dialah yang paling rajin membangunkan Eda tiap pagi dari flatnya, lewat deringan teleponnya. Sementara Pak Santo dan Bang Purba bersahutan mengolok-olok Eda, dan tidak memberi kesempatan untuk membela diri.

Semprul! Emangnya Eda sudah gak tahan hidup sendiri, gitu?” sahut Eda.

Mas Agung, bantuin Eda, dong?” seru Eda, sambil memukul bahu kanan kakak ipar yang duduk di sebelah sopir. Agung hanya senyum-senyum saja.

Alaa, jangan pura-pura begitu. Berani taruhan? Kurang dari 6 bulan, Eda pasti kirim kita undangan! Kalau belum ada yang melamarmu, Da, aku susul kau ke Indonesia. Biar aku yang melamarmu!” timpal Pak Santo.

Huuuu!” suara riuh rendah di dalam kendaraan, menyorakinya.

Ingat anak-bini, Bro! Ntar dirujak kau, sama Mbak Tuti!” seru Bang Purba.

Indro mendengar setengah kesal, tidak tahu harus ngomong apa. Dialah yang selalu protektif terhadap segala gangguan yang ditujukan kepada Eda. Dialah yang secara eksplisit paling merasa menjadi ‘kakak’ buat Eda, sehingga teman-teman yang masih single, takut mendekati Eda.

Teman-teman Mas Agung yang sudah senior memang suka menggoda Eda yang masih jomblo. Mereka semua sayang kepada Eda yang imut-imut. Badannya yang mungil dan wajahnya yang kadang naif, adalah sasaran empuk untuk jadi obyek candaan mereka.

Rada sedih, juga, ya, meninggalkan kakak-kakak yang lucu dan penuh perhatian,” ucap Eda lirih. Namun, ada seseorang yang sangat dia rindukan di Indonesia, Mas Pras. Jadi, sedihnya tidak akan berkepanjangan.

Ada yang patah hati lho, kau tinggal pulang ke Indonesia!” Bang Purba mulai dengan candanya, tipis-tipis, sambil melirik ke arah Indro di sampingnya.

Ya, meski langit tampak dekat, tapi hatimu terasa jauh, tak iyo?” timpal Pak Santo.

Dan ledakan tawa pun bergema kembali di dalam mobil, mengguncang kendaraan yang terus melaju kencang di motor way menuju bandara.

Eda hanya tersenyum-senyum simpul. Sudah sering mendengar ledekan para senior ini, yang mencoba menjodohkannya dengan Indro. Candaan dari para senior ini yang bikin Eda kangen ketemu mereka di lapangan tenis tiap Minggu. Hiburan pelipur lara.

Pohon-pohon Wattle di tepi jalan bergoyang pelan seolah melambaikan tangannya, mengucap selamat jalan buat Eda. Pucuk-pucuk rantingnya mulai ditumbuhi dengan bunga-bunga kuning keemasan, menyambut musim semi yang baru mulai.

Dulu, Eda sering mendengar kuliah pendek dari Pak Santo, sarjana Teknik Kehutanan dari IPB, dalam perjalanan dari dan ke Tullamarine, mengantar dan menjemput teman-teman dari Indonesia. Kini, untuk terakhir kali, Eda memandang pohon-pohon yang begitu karib itu. Mereka tampak membisu, seolah tahu, bakal ditinggal Eda. Entahlah, kapan mereka akan kembali berjumpa?

Selamat tinggal Wattle-ku. Kalian telah ikut mengukir kenangan manis di negeri kanguru yang telah menjadi negeri kedua bagiku. Kalian akan mengingatkanku kepada persahabatan, persaudaraan yang tulus dari teman-teman seperjuangan dalam merampungkan studi,” desah Eda, menggigit bibirnya, sambil mengusap titik-titik air mata yang mulai membasahi pipinya.

Tidak terasa, kendaraan yang dikemudikan David telah memasuki gerbang Tullamarine. Eda menarik napas panjang.

Waktu terus berjalan. Pasti, tidak akan berhenti. Sebentar lagi, tidak akan kudengar guyon-guyon meriah seperti tadi.





Jumat, 21 Juni 2024

Pengalaman Naik BRT Trans Semarang Yang Nyaman Dan Murah

 

Kata kunci: Pelayanan - BRT Trans Semarang – Semarang - nyaman

 

Pendahuluan

Kehadiran Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang menjadi jawaban Pemerintah Kota Semarang dalam menyediakan layanan transportasi umum yang murah dan nyaman” (Jatengprov.go.id.)

Secara berkala saya selalu menjemput Adik di halte BRT yang ada di dekat alun-alun kota Ungaran, dan mengantarnya pulang ke Terminal Sisemut Ungaran Semarang.

Ternyata saya harus melakukan perjalanan Ungaran-Semarang dengan naik BRT gara-gara mobil saya masuk bengkel, dan telat beberapa hari selesai perbaikannya, padahal saya harus bertemu dengan senior Topung (Totok Pungung) di salah satu kampus tempat dia mengajar.

Sesuai dengan petunjuk Adik, saya harus naik dari Terminal Sisemut Ungaran, supaya dapat tempat duduk. Tambahnya, saya memilih duduk di kursi belakang yang menghadap ke arah jalan karena akan turun di Semarang di halte Balaikota Semarang. Dari situ, harus  ganti dengan BRT yang ke arah Gunung Pati.

BRT Jateng ini terdiri dari 8 koridor, atau rute. Saya harus naik BRT Koridor II yaitu rute Terboyo-Balaikota-Banyumanik-Sisemut Ungaran. Koridor II ini memberikan pelayanan mulai dari 05.30-17.45. Di platform, ada petugas yang melayani penjualan tiket. Saya kaget, ternyata harga tiket ke Semarang hanya Rp.4000. Sangat terjangkau untuk para pensiunan, siswa, dan orang-orang PEGEL (pengusaha golongan ekonomi lemah).

Kondisi Kendaraan BRT

Kurang dari 5 menit, satu bus yang berjajar di belakang halte bergerak menuju platfrom, mengatur posisi pintu tengahnya pas di depan pintu platform tempat para penumpang sudah siap-siap antre masuk bus.

Ternyata bus tidak merapat dengan platform, ada gap sekitar 30 cm menganga antara platfrom dengan pintu tengah bus. Tentu saja saya agak khawatir untuk melangkah masuk. Apalagi saya membawa koper kecil. Ternyata, dengan sigap petugas bus memegang tangan saya, dan membantu melompat dari platfrom ke dalam bus, dan mengambil koper saya dari platform. Cukup menegangkan.

Dari tempat duduk, saya bisa mengamati lalu lintas penumpang naik turun tanpa terganggu. Ada sekitar 25 tempat duduk. Dari pintu tengah, ke arah belakang untuk penumpang perempuan, ke arah depan untuk penumpang laki-laki.


Pemandangan di dalam BRT

Kursi diatur berhadapan, kecuali satu deret di belakang yang menghadap ke depan. Ada serangkaian gantungan untuk pegangan bagi penumpang yang berdiri. Tempat duduknya nyaman, empuk dan tidak berdesakan. Kursi untuk penumpang wanita lebih banyak dari kursi untuk penumpang laki-laki. Memang dari pengamatan, penumpang wanita lebih banyak dari laki-laki. Ruangan bus ber AC, cukup sejuk. Syukurlah saya pakai jaket, jadi tidak begitu kedinginan. 

Di dalam bus juga ada screen yang memanjang, memuat tulisan satu baris yang bergerak dari kiri ke kanan, memuat infomasi yang bermanfaat. Misalnya, ada petunjuk waktu, jadi kita bisa mengetahui sudah berapa lama perjalanan berlangsung.

 


Bagian Depan Kursi Penumpang

BRT melaju dengan kecepatan sedang. Sekali-sekali kondektur meneriakkan nama halte berikutnya, juga halte tempat penumpang harus turun untuk transit, melanjutkan perjalanan berikutnya dengan bus lainnya. Saya harus berhenti di halte Balaikota, dan ganti bus yang menuju Gunungpati. Kadang kondektur harus membuka pintu belakang atau depan, kalau platform haltenya rendah.

Di dalam bus kita juga bisa mendengar musik. Penumpang muda berjilbab yang duduk di ujung deretan saya, ikut melantunkan nyanyian yang terdengar.  Pasti lagu yang lagi hit saat ini, bukan lagu-lagu di zaman saya. Jadi saya tidak tahu.


Pintu Belakang

Pelayanan Dalam BRT

Untuk halte yang tidak ada pos penjualan tiket, penumpang bisa membelinya di dalam bus. Jadi kondektur juga membawa tas kecil dan mesin untuk mencetak tiket. Mas Kondekturnya lumayan ramah. Kalau ada lansia masuk, dia akan berteriak, “Yang muda bisa kasih tempat duduknya kepada orang tua.”

Dan kita akan melihat, seorang siswa yang tadinya duduk di kursi, dia bangkit dan memberikan tempatnya untuk penumpang sepuh yang baru saja masuk.

Ketika pulang dari pertemuan dengan senior Topung di kampus, saya nyegat bus di depan kampus. Kira-kira menungu 10 menit, ada bus kecil, mendekat, bukan bus dengan kapasitas 25 penumpang.  Feeder ini semacam microlet, dengan kapasitas 15 penumpang. Waktu itu lagi sepi, jadi saya langsung duduk di deretan depan, satu kursi di belakang sopir.

Petugas tiket itu mendekati saya, duduk di sebelah kursi, bertanya, “Berapa usia Ibu?”

Mungkin karena saya memakai masker, jadi dia tidak bisa menebak usia saya.

Saya sebutkan umur, dan dia menjawab,”Kalau begitu Ibu hanya membayar Rp.1000.”

Tentu saja saya kaget, “Murah sekali?”

“Ya, Bu, juga untuk murid-murid, para pelajar,” jelasnya.

Pegawa itu berseragam kaos hitam lengan pendek. Ketika ganti bus di halte Elisabeth, saya naik BRT yang berukuran sedang. Kondekturnya memakai kemeja batik dan celana hitam.

Desain Platform Di Terminal

Desain halte di seluruh pemberhentian BRT, umumnya serupa. Sebuah platform setinggi sekitar satu meter. Di kiri kanan ada tangga dan ram, atau tangga saja, atau ram saja. Mungkin ada pertimbangan tertentu, kenapa tidak sama semuanya. Ada satu pemberhentian di dekat Pasar Bandarjo Ungaran, tidak ada platform setinggi satu meter. Melainkan hanya ada tangga besi seperti tangga naik kereta di stasiun. Jadi penumpang antre naik tangga untuk masuk ke dalam bus.Untuk orang tua, tentu tidak nyaman.

Di dekat sekolah atau kampus, halte tidak tinggi, berupa platform rendah, dan ada kursi memanjang.

 


Halte BRT Ungaran Alun-alun

Wawancara Dengan Pengguna Jasa BRT

Saya tinggal di desa, berteman dengan pembuat kue, Ibu Umi. Kadang, dia harus belanja di Semarang untuk membeli bahan-bahan roti yang tidak dia peroleh di Ungaran, atau perbedan harganya jauh. Ternyata dia sering ke Semarang naik BRT.

“Lumayan menghemat, Bu,” jelasnya. “Saya biasanya bawa motor ke terminal Sisemut, parkir di sana, terus naik BRT sampai Pasar Johar.”

“Tapi tidak boleh membawa makanan yang bahunya menyengat, seperti ikan asin, duren, dll,” lanjutnya.

Ibu Dyah adalah seorang pensiunan guru, tinggal di Ungaran. Dia sering diajak suaminya naik BRT, dari ujung ke ujung. Misalnya dari Ungaran ke Pedurungan, atau ke tempat makan favorit mereka yang ada di Semarang, yang bisa dilewati BRT. Mereka turun, jalan-jalan di sekitar, kemudian makan siang di salah satu warung makan favorit. Terus balik lagi ke Ungaran.

Ceritanya ini jadi mengingatkan saya ketika tinggal di UK. Secara berkala, saya diajak suami naik bus tingkat dari Lancaster ke kota kecil di sekitarnya, di daerah wisata Lake District. Di sana kami jalan-jalan di tepi danau, lalu makan siang di salah satu café yang ada, terus balik lagi. Dia selalu mengajak saya duduk di lantai atas bus, di deretan kursi paling depan, supaya bisa menikmati keindahan countryside dari dalam bus.

Di UK, untuk senior citizen, kita dapat diskon untuk naik bus pemerintah. Bahkan, di dalam kota, para pensiunan tidak membayar tiket, GRATIS, dengan menujukkan kartu yang kita bisa apply online. Tapi, ini hanya berlaku untuk jadwal pemberangkatan setetelah jam 9.30. Bagi Pelajar, ada diskon untuk harga tiket. Bisa dibeli harian, mingguan, atau bulanan. Tentu harus menunjukan buspass mereka. Perbedaan lain, petugasnya hanya satu orang, sopir merangkap kondektur. Jadi, semua penumpang keluar dan masuk dari pintu depan.

BRT Bisa Mengurangi Kemiskinan?

Disebutkan dalam suatu artikel, tujuan pelayanan BRT antara lain untuk memberi pelayanan murah dan nyaman, dan mengurangi kemiskinan.

Mengurangi kemiskinan? Betulkah? Mungkin tidak secara langsung. Dengan harga tiket murah dan terjangkau, penumpang yang berpendapatan rendah bisa bepergian dengan menggunakan BRT, yang murah dan nyaman. Dengan demikian, mereka bisa mengurangi biaya pengeluaran untuk transport

 

Overall  Kesan Naik BRT

Dengan harga karcis yang sangat terjangkau, hanya Rp.4000 dari Ungaran sampai Semarang, yang jarak tempuhnya bisa 1-2 jam, BRT adalah moda transportasi yang pas buat masyarakat berpenghasilan rendah, dan mereka yang ingin hidup sedikit hemat.  Sebuah surprise yang menyenangkan ketika dalam perjalan balik ke Ungaran dari kampus Ivet, saya hanya membayar Rp.1000.

Petugas menjelaskan, bahkan potongan 75% diberikan tidak hanya kepada lansia, melainkan juga untuk mahasiswa, anak-anak dan bayi. Sungguh itu sebuah generosity dari Pemkot yang perlu diapresiasi.

Pelayanan cukup memadai. Baik petugas di halte maupun yang ada di dalam bus sangat friendly dan helpful, dalam memberi informasi tentang rute bus, menyebut nama halte pemberhentian, halte tempat transit ke bus lain, untuk jurusan tertentu, ketika keluar masuk dari bus ke platfom yang tinggi dan ada gap yang cukup lebar.

Perjalanan tempuh dengan kecepatan normal, 1-2 jam dalam kendaraan yang nyaman, not bad at all. Sangat recommended buat para pensiunan untuk menikmati jalan-jalan dengan BRT Trans Semarang. Atau keluarga kecil yang ingin mengajak klinong-klinong anak-anak ke Semarang-Ungaran dengan budget cekak.

 

 

Reference:

Jatengprov.go.id.18 April 2024. Selain Murah dan Nyaman, BRT Trans Jateng Jadi Cara Kurangi Kemiskinan

https://jatengprov.go.id/publik/selain-murah-dan-nyaman-brt-trans-jateng-jadi-cara-kurangi-kemiskinan/.

https://id.wikipedia.org/wiki/Trans_Semarang#Koridor. Trans Semarang

Wawancara langsung dengan pengguna BRT, Ibu Dyah

Wawancara langsung dengan pengguna BRT, Ibu Umi

Hasil dari pengamatan

Sabtu, 22 Juli 2023

 

Mempersiapkan pensiun di usia 30  

Penulis: Jasmine Cattleya

 


  https://www.pexels.com/id-id/foto/anak-uang-koin-anak-laki-laki-12955547/

 

Sebuah riset di Amerika menyebutkan bahwa kita mesti mempersiapkan pensiun di usia 30. Kenapa? Ya, supaya kita tidak bingung ketika memasuki masa pensiun. Hanya 1% pekerja yang dapat menikmati pensiun dengan nyaman.  Mereka bisa hidup berkecukupan, berlibur ke tempat wisata yang diimpikan, menginap di hotel mewah, merasakan masakan a là Chef Michelin Star dst.

Bagaimana kita bisa mencapai kondisi tersebut di masa pensiun? Ya, cara yang paling mudah adalah menabung secara teratur dan disiplin selagi masih muda dan mengelola keuangan dengan baik dan rasional.

Berikut ini adalah tips menabung yang bermanfaat bagi milenial, diajarkan oleh Coach Keuangan. Sebelum masuk ke penjelasan lebih teknis, ada satu pertanyaan yang harus kamu jawab.

Tahukah kamu, beda antara kebiasaan orang kaya dengan orang miskin dalam hal menabung? Orang kaya, ketika mendapat uang, dia langsung sisihkan sebagian untuk ditabung, baru sisanya dibelanjakan.  Orang miskin menerima uang, langsung dibelanjakan, kalau ada sisa baru ditabung. Kamu termasuk golongan yang mana?

Tidak semua anak diajarkan untuk memiliki kebiasaan menabung sejak kecil. Kebiasaan yang terus saya lakukan sampai sekarang. Saya bekerja di institusi pendidikan milik pemerintah, dengan gaji pas-pasan. Jadi, saya harus hati-hati mengelola keuangan sehingga tidak sampai minus.

Saya selalu membagi gaji yang saya terima dalam amplop-amplop: 10% untuk ditabung, 5% untuk zakat dan sedekah, 10% untuk cadangan (keperluan tidak terduga, kegiatan sosial), sisanya baru saya pakai untuk belanja sehari-hari. Di akhir bulan, kalau ada sisa, saya masukkan dalam amplop tabungan.

Saya kadang mendapat tugas keluar kota dan menerima lumpsum, uang saku. Saya berusaha hemat, sehingga sisanya bisa ditabung. Kadang juga terlibat dalam team adhoc, ada honornya. Jadi bisa menambah tabungan saya. Dari disiplin menabung yang sedikit tetapi konstan itu saya bisa membeli kendaraan, dan kemudian bisa mencicil beli rumah dan terhindar dari hutang, apalagi terjerat pinjol!

Nasihat dari seorang Coach terkenal, ‘pay yourself first’. Maksudnya, setiap kali Kamu mendapat income, sisihkan sebagian untuk ditabung, bisa 10% - 30% tergantung dari seberapa besar uang yang diterima. Baru sisanya bisa kamu pakai untuk keperluan lain, dan belanjakan secara rasional.

Sebagai rule of thumb, bagilah income kamu menjadi 3 atau 4 bagian:

10% (saving) : 10% (asuransi) :  10% (keperluan tidak terduga/sosial) : 10% (investasi). Bagian investasi ini mungkin bisa diganti sebagai bagian untuk bayar cicilan (kendaraan, dll.) : 60% belanja rutin.

Kamu bisa menyimpan uang tabungan (10%) di rumah, masukkan ke celengan. Nanti kalau sudah cukup banyak, di atas 1 juta, bisa disimpan dalam bentuk emas murni, bukan perhiasan. Atau terus kumpulkan sampai 5-10 juta, simpan dalam bentuk deposito (rolling, bunga/bagi hasilnya langsung diakumulasikan dengan modal awal). Kamu juga bisa beli saham Danareksa dll., untuk investasi jangka panjang.  

Tabungan di atas 100 juta, belikan tanah di pinggiran kota. Dalam 5 tahun daerah itu akan berkembang dan harga tanah naik. Kamu mendapatkan capital gain. Tanah adalah emas hitam. Kamu Juga bisa mulai belajar bisnis property. Bangun rumah, lalu dijual.

Masih ada cara lain untuk menabung yang bisa membuat kamu kaya.

--------

Key words: pensiun-menabung-investasi-celengan



Bunga Wattle dari Tullamarine (Part Two)

  kata kunci : Novel - Romanza - Wattle -Tullamarine Bunga Wattle dari Tullamarine PART TWO David berhenti di depan selasar pemberangkata...