Jumat, 21 Juni 2024

Pengalaman Naik BRT Trans Semarang Yang Nyaman Dan Murah

 

Kata kunci: Pelayanan - BRT Trans Semarang – Semarang - nyaman

 

Pendahuluan

Kehadiran Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang menjadi jawaban Pemerintah Kota Semarang dalam menyediakan layanan transportasi umum yang murah dan nyaman” (Jatengprov.go.id.)

Secara berkala saya selalu menjemput Adik di halte BRT yang ada di dekat alun-alun kota Ungaran, dan mengantarnya pulang ke Terminal Sisemut Ungaran Semarang.

Ternyata saya harus melakukan perjalanan Ungaran-Semarang dengan naik BRT gara-gara mobil saya masuk bengkel, dan telat beberapa hari selesai perbaikannya, padahal saya harus bertemu dengan senior Topung (Totok Pungung) di salah satu kampus tempat dia mengajar.

Sesuai dengan petunjuk Adik, saya harus naik dari Terminal Sisemut Ungaran, supaya dapat tempat duduk. Tambahnya, saya memilih duduk di kursi belakang yang menghadap ke arah jalan karena akan turun di Semarang di halte Balaikota Semarang. Dari situ, harus  ganti dengan BRT yang ke arah Gunung Pati.

BRT Jateng ini terdiri dari 8 koridor, atau rute. Saya harus naik BRT Koridor II yaitu rute Terboyo-Balaikota-Banyumanik-Sisemut Ungaran. Koridor II ini memberikan pelayanan mulai dari 05.30-17.45. Di platform, ada petugas yang melayani penjualan tiket. Saya kaget, ternyata harga tiket ke Semarang hanya Rp.4000. Sangat terjangkau untuk para pensiunan, siswa, dan orang-orang PEGEL (pengusaha golongan ekonomi lemah).

Kondisi Kendaraan BRT

Kurang dari 5 menit, satu bus yang berjajar di belakang halte bergerak menuju platfrom, mengatur posisi pintu tengahnya pas di depan pintu platform tempat para penumpang sudah siap-siap antre masuk bus.

Ternyata bus tidak merapat dengan platform, ada gap sekitar 30 cm menganga antara platfrom dengan pintu tengah bus. Tentu saja saya agak khawatir untuk melangkah masuk. Apalagi saya membawa koper kecil. Ternyata, dengan sigap petugas bus memegang tangan saya, dan membantu melompat dari platfrom ke dalam bus, dan mengambil koper saya dari platform. Cukup menegangkan.

Dari tempat duduk, saya bisa mengamati lalu lintas penumpang naik turun tanpa terganggu. Ada sekitar 25 tempat duduk. Dari pintu tengah, ke arah belakang untuk penumpang perempuan, ke arah depan untuk penumpang laki-laki.


Pemandangan di dalam BRT

Kursi diatur berhadapan, kecuali satu deret di belakang yang menghadap ke depan. Ada serangkaian gantungan untuk pegangan bagi penumpang yang berdiri. Tempat duduknya nyaman, empuk dan tidak berdesakan. Kursi untuk penumpang wanita lebih banyak dari kursi untuk penumpang laki-laki. Memang dari pengamatan, penumpang wanita lebih banyak dari laki-laki. Ruangan bus ber AC, cukup sejuk. Syukurlah saya pakai jaket, jadi tidak begitu kedinginan. 

Di dalam bus juga ada screen yang memanjang, memuat tulisan satu baris yang bergerak dari kiri ke kanan, memuat infomasi yang bermanfaat. Misalnya, ada petunjuk waktu, jadi kita bisa mengetahui sudah berapa lama perjalanan berlangsung.

 


Bagian Depan Kursi Penumpang

BRT melaju dengan kecepatan sedang. Sekali-sekali kondektur meneriakkan nama halte berikutnya, juga halte tempat penumpang harus turun untuk transit, melanjutkan perjalanan berikutnya dengan bus lainnya. Saya harus berhenti di halte Balaikota, dan ganti bus yang menuju Gunungpati. Kadang kondektur harus membuka pintu belakang atau depan, kalau platform haltenya rendah.

Di dalam bus kita juga bisa mendengar musik. Penumpang muda berjilbab yang duduk di ujung deretan saya, ikut melantunkan nyanyian yang terdengar.  Pasti lagu yang lagi hit saat ini, bukan lagu-lagu di zaman saya. Jadi saya tidak tahu.


Pintu Belakang

Pelayanan Dalam BRT

Untuk halte yang tidak ada pos penjualan tiket, penumpang bisa membelinya di dalam bus. Jadi kondektur juga membawa tas kecil dan mesin untuk mencetak tiket. Mas Kondekturnya lumayan ramah. Kalau ada lansia masuk, dia akan berteriak, “Yang muda bisa kasih tempat duduknya kepada orang tua.”

Dan kita akan melihat, seorang siswa yang tadinya duduk di kursi, dia bangkit dan memberikan tempatnya untuk penumpang sepuh yang baru saja masuk.

Ketika pulang dari pertemuan dengan senior Topung di kampus, saya nyegat bus di depan kampus. Kira-kira menungu 10 menit, ada bus kecil, mendekat, bukan bus dengan kapasitas 25 penumpang.  Feeder ini semacam microlet, dengan kapasitas 15 penumpang. Waktu itu lagi sepi, jadi saya langsung duduk di deretan depan, satu kursi di belakang sopir.

Petugas tiket itu mendekati saya, duduk di sebelah kursi, bertanya, “Berapa usia Ibu?”

Mungkin karena saya memakai masker, jadi dia tidak bisa menebak usia saya.

Saya sebutkan umur, dan dia menjawab,”Kalau begitu Ibu hanya membayar Rp.1000.”

Tentu saja saya kaget, “Murah sekali?”

“Ya, Bu, juga untuk murid-murid, para pelajar,” jelasnya.

Pegawa itu berseragam kaos hitam lengan pendek. Ketika ganti bus di halte Elisabeth, saya naik BRT yang berukuran sedang. Kondekturnya memakai kemeja batik dan celana hitam.

Desain Platform Di Terminal

Desain halte di seluruh pemberhentian BRT, umumnya serupa. Sebuah platform setinggi sekitar satu meter. Di kiri kanan ada tangga dan ram, atau tangga saja, atau ram saja. Mungkin ada pertimbangan tertentu, kenapa tidak sama semuanya. Ada satu pemberhentian di dekat Pasar Bandarjo Ungaran, tidak ada platform setinggi satu meter. Melainkan hanya ada tangga besi seperti tangga naik kereta di stasiun. Jadi penumpang antre naik tangga untuk masuk ke dalam bus.Untuk orang tua, tentu tidak nyaman.

Di dekat sekolah atau kampus, halte tidak tinggi, berupa platform rendah, dan ada kursi memanjang.

 


Halte BRT Ungaran Alun-alun

Wawancara Dengan Pengguna Jasa BRT

Saya tinggal di desa, berteman dengan pembuat kue, Ibu Umi. Kadang, dia harus belanja di Semarang untuk membeli bahan-bahan roti yang tidak dia peroleh di Ungaran, atau perbedan harganya jauh. Ternyata dia sering ke Semarang naik BRT.

“Lumayan menghemat, Bu,” jelasnya. “Saya biasanya bawa motor ke terminal Sisemut, parkir di sana, terus naik BRT sampai Pasar Johar.”

“Tapi tidak boleh membawa makanan yang bahunya menyengat, seperti ikan asin, duren, dll,” lanjutnya.

Ibu Dyah adalah seorang pensiunan guru, tinggal di Ungaran. Dia sering diajak suaminya naik BRT, dari ujung ke ujung. Misalnya dari Ungaran ke Pedurungan, atau ke tempat makan favorit mereka yang ada di Semarang, yang bisa dilewati BRT. Mereka turun, jalan-jalan di sekitar, kemudian makan siang di salah satu warung makan favorit. Terus balik lagi ke Ungaran.

Ceritanya ini jadi mengingatkan saya ketika tinggal di UK. Secara berkala, saya diajak suami naik bus tingkat dari Lancaster ke kota kecil di sekitarnya, di daerah wisata Lake District. Di sana kami jalan-jalan di tepi danau, lalu makan siang di salah satu café yang ada, terus balik lagi. Dia selalu mengajak saya duduk di lantai atas bus, di deretan kursi paling depan, supaya bisa menikmati keindahan countryside dari dalam bus.

Di UK, untuk senior citizen, kita dapat diskon untuk naik bus pemerintah. Bahkan, di dalam kota, para pensiunan tidak membayar tiket, GRATIS, dengan menujukkan kartu yang kita bisa apply online. Tapi, ini hanya berlaku untuk jadwal pemberangkatan setetelah jam 9.30. Bagi Pelajar, ada diskon untuk harga tiket. Bisa dibeli harian, mingguan, atau bulanan. Tentu harus menunjukan buspass mereka. Perbedaan lain, petugasnya hanya satu orang, sopir merangkap kondektur. Jadi, semua penumpang keluar dan masuk dari pintu depan.

BRT Bisa Mengurangi Kemiskinan?

Disebutkan dalam suatu artikel, tujuan pelayanan BRT antara lain untuk memberi pelayanan murah dan nyaman, dan mengurangi kemiskinan.

Mengurangi kemiskinan? Betulkah? Mungkin tidak secara langsung. Dengan harga tiket murah dan terjangkau, penumpang yang berpendapatan rendah bisa bepergian dengan menggunakan BRT, yang murah dan nyaman. Dengan demikian, mereka bisa mengurangi biaya pengeluaran untuk transport

 

Overall  Kesan Naik BRT

Dengan harga karcis yang sangat terjangkau, hanya Rp.4000 dari Ungaran sampai Semarang, yang jarak tempuhnya bisa 1-2 jam, BRT adalah moda transportasi yang pas buat masyarakat berpenghasilan rendah, dan mereka yang ingin hidup sedikit hemat.  Sebuah surprise yang menyenangkan ketika dalam perjalan balik ke Ungaran dari kampus Ivet, saya hanya membayar Rp.1000.

Petugas menjelaskan, bahkan potongan 75% diberikan tidak hanya kepada lansia, melainkan juga untuk mahasiswa, anak-anak dan bayi. Sungguh itu sebuah generosity dari Pemkot yang perlu diapresiasi.

Pelayanan cukup memadai. Baik petugas di halte maupun yang ada di dalam bus sangat friendly dan helpful, dalam memberi informasi tentang rute bus, menyebut nama halte pemberhentian, halte tempat transit ke bus lain, untuk jurusan tertentu, ketika keluar masuk dari bus ke platfom yang tinggi dan ada gap yang cukup lebar.

Perjalanan tempuh dengan kecepatan normal, 1-2 jam dalam kendaraan yang nyaman, not bad at all. Sangat recommended buat para pensiunan untuk menikmati jalan-jalan dengan BRT Trans Semarang. Atau keluarga kecil yang ingin mengajak klinong-klinong anak-anak ke Semarang-Ungaran dengan budget cekak.

 

 

Reference:

Jatengprov.go.id.18 April 2024. Selain Murah dan Nyaman, BRT Trans Jateng Jadi Cara Kurangi Kemiskinan

https://jatengprov.go.id/publik/selain-murah-dan-nyaman-brt-trans-jateng-jadi-cara-kurangi-kemiskinan/.

https://id.wikipedia.org/wiki/Trans_Semarang#Koridor. Trans Semarang

Wawancara langsung dengan pengguna BRT, Ibu Dyah

Wawancara langsung dengan pengguna BRT, Ibu Umi

Hasil dari pengamatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bunga Wattle dari Tullamarine (Part Two)

  kata kunci : Novel - Romanza - Wattle -Tullamarine Bunga Wattle dari Tullamarine PART TWO David berhenti di depan selasar pemberangkata...